Minggu, 24 Januari 2016

Memandang Sebelah Mata Profesi Desainer Grafis

Memandang Sebelah Mata Profesi Desainer Grafis

Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam desain grafis, teks bisa juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol – simbol. Wujud dari desain grafis dapat ditemui dimana – mana. Mulai dari brosur – brosur, surat tagihan, kartu kredit, tagihan listrik, uang, halaman di internet, iklan – iklan majalah, desain peralatan teknologi seperti smartphone dan tablet, billboard, logo, rambu – rambu lalu lintas, papan nama, kartu nama, banner, sampai bungkus kemasan makanan dll. Desain grafis mempunyai tujuan untuk dapat menyampaikan pesan identitas dari suatu pihak ke pihak lainnya. Menyampaikan informasi kepada masyarakat ataupun sasaran yang sudah di tentukan. Bagaimana seorang desainer grafis dapat menanamkan citra ke dalam benak masyarakat serta membuat barang yang ditawarkan suatu badan perusahaan mampu memikat hati konsumen. Hal inilah yang membuat peran desain menjadi semakin penting mempelajari, mengalisis, dan menyiapkan strategi untuk menciptakan desain yang menarik.  Tentu dalam pembuatannya bukanlah hal yang mudah, akan tetapi banyak orang yang belum menyadari hal tersebut. Dalam situs dgi-indonesia.com terdapat artikel berjudul Memimpikan Hari Desain Grafis Indonesia tertulis bahwa pada tanggal 15 Januari dapat dikatakan sebagai momentum dunia pendidikan maupun industri desain grafis Indonesia. Deklarasi ini sebagai salah satu bagian dari kampanye pemberdayaan desain grafis Indonesia menuju desain grafis yang bermartabat. Meskipun pada kenyataannya akan sulit mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Di dalam artikel ini juga menuliskan keluhan para desainer yang selama ini sering terlupakan. “Desain grafis itu penting, jika kami para desainer meliburkan diri anda para klien juga akan terhambat” berikut kutipan ungkapan salah seorang desainer grafis dalam artikel tersebut. Saya pun kenal beberapa desainer grafis yang juga mengeluhkan hal yang sama. Mereka mengeluh dan merasa profesi mereka kurang dihargai termasuk nara sumber saya yang ikut merasakannya. Berawal dari sinilah saya mengangkat masalah desainer grafis yang berjudul ‘Memandang Sebelah Mata Profesi Desainer Grafis’ ke dalam tugas feature mata kuliah Bahasa Indonesia. Berikut rangkuman tanya jawab saya kepada salah seorang nara sumber yang berprofesi sebagai desain grafis. 

P: Ceritakan profil diri anda secara singkat ?
J: Nama Chandra Kartika, 26 tahun, Sarjana Humaniora Sastra Indonesia 2009, FIB UI. Sekarang bekerja sebagai grafis illustrator disebuah perusahaan multiinternasional yang bergerak dalam bidang industry kreatif. Sehari – hari menggambar baik dari pekerjaan sampai hobi.

P: Sejak kapan menjadi desainer grafis ?
J: Terkadang saya belum bisa menyebut diri saya 100% desainer grafis. Alasannya yak arena saya bukan lulusan DKV (Desain Komunikasi Visual). Predikat ini sensitive untuk sebagian orang. Seperti gelar sarjana yang dapat dikatakan kalau lulus kuliah, kalau tidak lulus kuliah masa di sebut sarjana. Akan tetapi, gelar desainer grafis tidak seketat itu saya lihat banyak yang menyebut dirinya desainer selama dia berkarya dalam bidang tersebut walaupun bukan sarjana komunikasi. Biar bagaimanapun pengalaman yang berbicara bukan gelar. Saya menekuni bidang ini sejak SMA, tahun 2008 dan mulai ambil pekerjaan juga dari SMA. Berawal dari belajar adobe photoshop dan sekarang saya juga belajar animasi CSS3. Sebisa mungkin belajar segala hal selagi bisa, tapi alangkah baiknya menjadi master dalam suatu bidang dibanding banyak kebisaan tapi keahlian standar

P: Jadi, sekarang lebih menekuni dalam bidang apa ?
J: Sekarang saya terus menggambar ilustrasi, baik secara manual dan digital. Manual menggunakan grafit, cat air, tinta, dan sebagainya. Sedangkan digital menggunakan adobe illustrator untuk menghasilkan vektor

P: Berapa biasa minimum budget yang harus di keluarkan klien untuk sebuah desain yang anda buat?
J: Tergantung, Bikin sama siapa, gimana konsepnya, alat yang dibutuhkan, berapa lama, dan siapa kliennya. Biasanya kalau untuk kepentingan sosial gratis.

P: Kendala apa saja yang sering anda hadapi saat proses desain ?
J: Ide tidak lancer dan tidak mood dalam berkreasi

P: Bagaimana suka duka menjadi seorang desain grafis ?
J: Sukanya karena desain sesuai dengan passion saya sebagai penyuka dan pegiat gambar. Banyak berita dan ilmu yang perlu disampaikan melaui visual yang bagus agar orang – orang tertarik, atraksi tersebut menjadi kepuasan tersendiri buat saya. Duka banyak klien beranggapan bahwa suatu desain itu murah bahkan gratis. Kata mereka pada umumnya “cuma corat – coret begini kok mahal”. Faktanya, ide itu mahal. Coret – coret di atas kertas tersebut dapat menaikan tingkat penjualan. Belum lagi peralatan yang kami gunakan, apakah murah? Waktu dan tenaga untuk menciptakan kreasi tidaklah mudah. Sering kali mereka melontarkan “gambarin gue dong kaaan temen”. Apa karena teman jadi gratis, apakah karena teman jadi murah ? 

P: Pengalaman paling tidak menyenangkan ?
J: Seringkali desain sudah hampir jadi, klien membatalkan pesanan sebelah pihak. Sekali lagi apakah karena itu gambar jadi siapa saja bisa membatalkan pesanannya. Mereka banyak merevisi dan menuntut desain ini itu, tapi ketika dituntut hak kami para desainer yaitu soal gaji atau pembayaran mereka sering menundanya hingga berbulan – bulan bahkan lupa membayar. Sebegitu tidak dihargaikah karya kami? Profesi kami?

P: Tanggapan anda apabila bekerja sama dengan klien yang kurang menyenangkan ?
J: Klien kurang menyenangkan adalah tantangan dan bagian dari pekerjaan, diterima baik – baik sebagai proses pembelajaran lebih lanjut, dinikmati aja yang penting bayaran sesuai dan gak telat. Kalau klien telat dan rese baru saya marah
P: Harapan anda untuk masa depan para desain grafis Indonesia ?
J: Semoga kami dihargai

    Ini dapat dikatakan menjadi potret muram profesi desain grafis. Mudah – mudahan tidak terjadi di seluruh Indonesia. Namun, harus tetap menjadi pemikiran kita semua bagaimana agar kita lebih menghargai suatu karya. Tidak harus melalui tangan seniman terkenal dan profesional. Di Indonesia, komikus, illustrator, desainer, seniman, dsb diidentiakan sebagai pekerjaan tak berpenghasilan. Kami golongan pengangguran, banyak pertanyaan yang terlontar seperti, memang bisa beli mobil dengan menggambar? Faktanya, ya bisa. Jangankan mobil, rumah pun bisa dimiliki. Hal ini tentu dengan syarat bahwa para klien dapat bekerja sama untuk menghargai pekerjaan kami yang “Cuma” menggambar. Harapan saya, Indonesia bisa menghargai profesi orang lain bahkan tukang sapu di jalan sekali pun. Karena pekerjaan bukan hanya menjadi insinyur J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar